Rabu, 29 November 2023 – 17:31 WIB
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) mengungkapkan alasannya menolak gugatan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun itu karena keputusan MK sudah final dan mengikat.
Dalam gugatan yang terdaftar dengan Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Brahma Aryana itu, pemohon meminta seseorang yang berusia di bawah 40 tahun yang boleh maju sebagai capres-cawapres hanyalah yang pernah/sedang menjadi gubernur saja. Perkara tersebut berkaitan dengan gugatan terhadap syarat usia capres-cawapres di dalam Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya berubah oleh Putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah pada pokoknya menegaskan bahwa Putusan 90 itu secara hukum telah berlaku sejak dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum, sebagaimana putusan MK lainnya, putusan itu bersifat final dan mengikat.
“Jika dikaitkan dengan ketentuan norma Pasal 10 dan Pasal 47 UU MK serta Pasal 77 Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021, maka Mahkamah berpendapat Putusan a quo adalah putusan yang dijatuhkan oleh badan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final,” ujar hakim MK, Enny Nurbaningsih di ruang sidang MKRI, Rabu, 29 November 2023.
“Tidak hanya itu, putusan terkait pelanggaran berat kode etik Anwar Usman tak dapat disidangkan ulang dengan majelis hukum yang berbeda. Sebagaimana ketentuan Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,” katanya menambahkan.
UU Kekuasaan Kehakiman dianggap sebagai undang-undang yang sifatnya lebih umum, ketimbang UU MK yang menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Sesuai asas hukum lex specialis derogat lex generali, maka beleid yang bersifat khusus akan mengesampingkan beleid yang sifatnya umum.
“Pembentukan majelis yang berbeda untuk memeriksa kembali perkara sebagaimana yang dimaksudkan Pasal 17 ayat (7) UU 48/2009 tidak mungkin dapat diterapkan di Mahkamah Konstitusi,” kata Enny.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan usia batas capres-cawapres minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’. Perkara itu terdaftar dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam sidang perkara itu masyarakat menganggap bahwa Anwar Usman selaku ketua MK kala itu turut campur tangan atau ada konflik kepentingan.
Setelah itu, Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK. Ia terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik hakim karena adanya konflik kepentingan dalam memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Putusan MKMK juga melarang Anwar tak boleh terlibat dalam sengketa pemilu untuk menghindari konflik kepentingan.
Maka itu, Brahma Aryana, mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) menggugat ulang batas usia minimal capres-cawapres. Dalam petitumnya, ia meminta seseorang yang berusia di bawah 40 tahun boleh maju sebagai capres-cawapres hanyalah yang pernah/sedang menjadi gubernur saja. Perkara tersebut terdaftar dengan nomor 141/PUU-XXI/2023.
Dalam sidang perkara itu, Anwar Usman tak diperbolehkan ikut dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH). Alasannya, Anwar Usman sudah dihukum oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK), tidak boleh mengadili perkara yang berpotensi konflik kepentingan.