Jumat, 16 Februari 2024 – 22:58 WIB
Jakarta – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) melaporkan hasil investigasi pada kasus kecelakaan anjlokan Kereta Api (KA) 75A (Pandalungan), yang terjadi di emplasemen Stasiun Tanggulangin, Daop 8 Surabaya, pada 14 Januari 2024 lalu.
Investigator Investigasi Kecelakaan Perkeretaapian KNKT, Hertriadi Ismawan menjelaskan, insiden diawali saat KA 75A (Pandalungan) tiba di St. Sidoarjo pukul 07.40 WIB, dan diberangkatkan kembali pukul 07.42 WIB. Sesuai jadwal, KA 75A direncanakan untuk melintas langsung di St. Tanggulangin di jalur II. Namun saat akan memasuki St. Tanggulangin, KA 75A tertahan sinyal masuk yang berindikasi “Berhenti”.
Saat petugas Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) akan memberikan indikasi “Aman” untuk KA 75A, handel sinyal masuk dari arah St. Sidoarjo tidak dapat ditarik. Kemudian, PPKA memberikan perintah kepada masinis KA 75A, melalui Pengendali Perjalanan Kereta Api Terpusat (PPKP) untuk melewati sinyal berindikasi “Berhenti (Perintah MS).
“Setelah mendapatkan perintah MS, masinis KA 75A menjalankan KA untuk masuk ke St. Tanggulangin namun mengalami anjlokan di Wesel 1,” kata Hertriadi dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 16 Februari 2024.
Dia mengaku, KNKT telah menemukan beberapa fakta temuan dari hasil investigasi di lapangan atas kejadian tersebut. Di antaranya bahwa saat dilewati KA 75A, lidah kanan wesel 1 stasiun Tanggulangin dalam keadaan tidak terkunci karena patahnya lockbox pada wesel 1 sebelah kanan stasiun Tanggulangin. Hal itu juga mengakibatkan handel sinyal masuk tidak dapat ditarik, untuk memberikan indikasi “Aman”.
“Patahnya lockbox kanan wesel 1 menyebabkan lifah kanan wesel tidak dapat terkunci, sehingga lidah kanan wesel 1 dapat bergerak/berpindah arah,” ujarnya.
Dari pengamatan terhadap komponen lockbox yang patah, diketahui penyebab awal retak adalah tingginya tegangan (stress) pada sisi ujung lockbox. Lokasi awal retak yang berada di sisi ujung lockbox tersebut menunjukkan terjadi ungkitan yang berasal dari bata c penggerak wesel.
“Kondisi ini mengindikasikan adanya ketidakstabilan jalan rel dalam arah vertikal, sehingga batang penggerak wesel bergerak mengungkit lockbox,” kata Hertriadi.
Dia menambahkan, perawatan terhadap perangkat penguncian wesel mekanik tidak mencakup pemeriksaan komponen lockbox, sehingga apabila terjadi cacat pada komponen tersebut tidak dapat terdeteksi secara dini.
Berdasarkan riwayat perbaikan geometri jalan rel di sekitar emplasement Stasiun Tanggulangin, khususnya wesel 1, ditemukan adanya perbaikan korektif berulang dengan permasalahan yang sama berupa adanya defleksi arah vertikal pada jalan rel,” ujarnya.
Sebagai informasi, berdasarkan hasil temuan dan analisis, KNKT menerbitkan rekomendasi yang ditujukan Direktorat Jenderal Perkeretaapian, agar memastikan pedoman pemeriksaan dan perawatan wesel mekanik untuk dapat mendeteksi kondisi komponen penguncian secara menyeluruh.
Kemudian melakukan pengawasan terhadap kondisi geometri jalan rel khususnya pada jalan rel di area sekitar wesel, serta memastikan prosedur terkait pelayanan KA untuk persinyalan mekanik ketika terjadi gangguan sinyal telah mengatur secara jelas langkah-langkah memastikan atau meyakinkan kedudukan wesel.
Rekomendasi KNKT selanjutnya ditujukan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero), agar meninjau kembali pedoman pemeriksaan dan perawatan wesel mekanik. Tujuannya untuk dapat mendeteksi kondisi komponen penguncian secara menyeluruh, meninjau kembali potensi bahaya terkait kondisi geometri jalan rel, khususnya di area sekitar wesel agar dapat menilai risiko dan langkah-langkah mitigasi.
Kemudian, KNKT juga meminta PT KAI untuk meninjau kembali prosedur terkait pelayanan KA untuk persinyalan mekanik ketika terjadi gangguan sinyal agar dapat mengatur secara jelas langkah-langkah untuk memastikan atau meyakinkan kedudukan wesel, serta melakukan refreshment training secara berkala kepada petugas operasional pelayanan KA terkait interlocking pada sistem persinyalan perkeretaapian.