21 ABK Asal Iran Harus Segera Dideportasi Agar Tidak Menimbulkan Masalah di Batam

by -72 Views

Jakarta – Kuasa hukum nakhoda kapal MT Arman 114 siap mengambil langkah hukum terhadap oknum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) karena diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan atau penyalahgunaan kekuasaan. Oknum KLHK itu menyita paspor 21 anak buah kapal (ABK) asal Iran.

Dengan penyitaan paspor tersebut, 21 ABK tidak dapat kembali ke Iran. Kuasa hukum nakhoda MT Arman, Pahrur Dalimunthe, menganggap penyitaan paspor milik 21 ABK itu tidak masuk akal dan melanggar tugas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) KLHK.

Menurut dia, berdasarkan peraturan, seharusnya penyidik KLHK memberikan notifikasi tentang keberadaan ABK sejak awal penyelidikan. Hal ini karena ABK merupakan warga negara asing (WNA) dan perlu dikonfirmasi dengan Imigrasi, kedutaan besar terkait, dan Kementerian Luar Negeri.

“Bahkan dalam sebuah forum, yang juga dihadiri perwakilan Imigrasi, kami pernah bertanya, ‘Apakah KLHK pernah mengirim surat kepada Imigrasi?’ Mereka mengatakan belum. Hal ini jelas melanggar peraturan perundang-undangan,” kata Pahrur di Jakarta, Selasa, 14 Mei 2024.

Dia menyatakan bahwa jika oknum KLHK tidak mengembalikan paspor kru MT Arman, langkah untuk melaporkan ke polisi akan dilakukan. “Dengan dugaan pencurian, penggelapan, atau tindakan tidak menyenangkan karena melakukan penyitaan tanpa mengikuti prosedur,” lanjut Pahrur.

Langkah laporan ke polisi akan dilakukan jika oknum KLHK tidak mengembalikan paspor kru MT Arman. Pahrur juga berencana untuk mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Batam pada hari Rabu, 15 Mei 2234. “Kami meminta hakim untuk membatalkan penyitaan paspor tersebut,” ujarnya.

Selain itu, dia juga berencana untuk melaporkan masalah ini ke Ombudsman RI dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Langkah ini disiapkan karena perilaku oknum KLHK dianggap melanggar prinsip pelayanan publik dan norma aparatur negara.

Pahrur menyatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengirim surat kepada KLHK mengenai masalah ini, namun belum mendapatkan respons. “Bahkan, salah satu anggota tim kami memiliki WhatsApp yang diblokir. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada niat baik dari KLHK,” katanya.

“Kami mendukung proses penegakan hukum yang adil. Langkah ini adalah bentuk dukungan kami terhadap penegakan hukum yang adil, tetapi tanpa campur tangan oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelas Pahrur.

Lebih lanjut, Pahrur menambahkan bahwa paspor tersebut seharusnya dikembalikan kepada ABK. Karena peran dan kehadiran mereka dianggap tidak diperlukan dalam penanganan kasus yang sedang berlangsung.

“Nakhoda telah memutuskan untuk menurunkan ABK dari kapal setelah 11 bulan bahkan mengizinkan mereka pulang ke negara asal untuk bertemu keluarga,” tambahnya.

Kemudian, Pahrur menjelaskan bahwa nakhoda memiliki otoritas atas kapalnya, termasuk dalam penyusunan dan penurunan ABK. Hal ini diatur dalam berbagai regulasi, seperti Konvensi IMO, UU Pelayaran Indonesia, dan KUHD.

“Istilahnya, nakhoda secara hukum berwenang untuk memerintahkan awak kapalnya untuk turun dan kembali ke negara asal untuk bertemu keluarga, berdasarkan hukum dan kemanusiaan,” katanya.

Selain itu, Pahrur berharap bahwa pemerintah RI, khususnya Imigrasi, dapat menerapkan langkah deportasi terhadap 21 ABK asal Iran. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi masalah di Batam.

“Kami berharap kepada pemerintah, terutama Imigrasi, untuk segera mendeprotasi 21 ABK tersebut. Mereka adalah manusia bebas dan berhak untuk bersatu kembali dengan keluarga mereka. Ini agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari di Batam,” ujarnya.

Kasus ini bermula saat Badan Keamanan Laut (Bakamla) mengamankan Kapal MT Arman 114 di perairan Natuna pada bulan April 2023. Kapal tersebut diduga melakukan transfer minyak mentah ilegal secara ship to ship transhipment ke Kapal MT S Tinos bendera Karibia. Dugaan pelanggaran tersebut termasuk pemalsuan sistem identifikasi otomatis (AIS) dan pencemaran perairan.

Namun, karena Bakamla tidak memiliki kewenangan untuk menangani kasus tersebut, perkara itu dialihkan kepada KLHK. Seiring berjalannya waktu, nakhoda MT Arman telah ditetapkan sebagai tersangka dan perkara sudah dua ditempatkan di pengadilan. Agenda pembacaan tuntutan akan dijadwalkan di Pengadilan Negeri Batam pada hari Kamis, 16 Mei 2024.

Sementara itu, karena tidak memiliki paspor, 21 ABK MT Arman yang sudah turun sebelumnya telah diperiksa di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam pada hari Senin, 13 Mei 2024. Pihak Imigrasi juga sudah berkoordinasi dengan KLHK terkait dokumen para ABK.