Penyelesaian Paradoks Indonesia: Menuju 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia (Meningkatkan Ekonomi Rakyat)

by -97 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari buku: Paradoks Indonesia dan Solusinya]

Mewujudkan Demokrasi Rakyat

Celakalah kita jika kita tidak belajar dari sejarah. Sejarah dunia telah mengajarkan kepada kita, bahwa demokrasi hanya dapat dipertahankan jika pemimpin-pemimpin penganut demokrasi dapat membuktikan bahwa mereka memberikan pemerintahan yang sebaik-baiknya, pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat.

Kita Butuh Pendekar-Pendekar Penyelamat Demokrasi

Para pendahulu kita, para pemimpin kemerdekaan Indonesia menyetujui demokrasi sebagai dasar negara kita. Demokrasi artinya susunan pemerintah, dan kebijaksanaan pemerintah ditentukan oleh rakyat Indonesia sendiri.

Namun, saudara-saudara, demokrasi kita sekarang terancam. Demokrasi kita disandera. Demokrasi kita bisa diperkosa. Demokrasi kita sekarang bisa dirusak dengan politik uang.

Kita tidak usah berpura-pura. Kita tanya saja kepada mereka yang sudah punya pengalaman maju dalam suatu pemilihan. Kalau mau maju jadi bupati, modal berapa puluh miliar? Kalau mau maju jadi wali kota, modal berapa puluh miliar? Kalau mau jadi gubernur, modal berapa ratus miliar yang harus dihabiskan? Politik uang membahayakan demokrasi Indonesia. Ini berarti, mereka yang kuasai uang, mereka menguasai kedaulatan politik Indonesia.

Demokrasi kita inginkan. Demokrasi adalah sistem orang beradab. Tapi, demokrasi kalau diselewengkan, kalau dicurangi, kalau dipermainkan, ya, berarti tidak perlu lagi kita terlalu sopan. Tidak perlu lagi kita terlalu nrimo.

Kita harus yakin bahwa rakyat membutuhkan suatu gerakan yang berani, gerakan yang bersih, yang jujur, yang hatinya mulia untuk memperbaiki demokrasi kita. Gerakan untuk mewujudkan demokrasi rakyat. Gerakan yang cinta tanah air, yang ingin membuat bangsa Indonesia bangsa yang terhormat. Kita harus yakin itu harapan rakyat kita.

Namun sebagian besar rakyat kita tidak mampu bersuara. Kepada anda yang sekarang membaca buku ini, saya mengajak anda untuk bersama-sama kita harus jadi suara mereka.

Kita harus jadi hati mereka. Kita harus jadi pemimpin-pemimpin mereka. Kita harus jadi pelindung-pelindung mereka. Kita tidak boleh capai, tidak boleh lelah, tidak boleh surut hati kita, tidak boleh takut, tidak boleh gentar.

Kita harus percaya, apapun kesulitan yang kita hadapi, yang benar akan menang walau harus menunggu dan bersabar. Yang zalim akan selalu kalah. Itu pelajaran sejarah. Yang jahat selalu akan kalah pada ujungnya.

Kita harus yakin, dan Insya Allah kalau kita setia, kalau kita jujur, kalau kita bersih, kalau kita tetap berpegang kepada cita-cita negara kita, Insya Allah kita nanti bisa menjadi penyelamat masa depan bangsa Indonesia.

Berikut saya sampaikan, beberapa hal, dua tugas besar yang menurut saya wajib kita lakukan untuk mewujudkan demokrasi yang kita dambakan.

Pertama, kita harus pastikan supremasi hukum. Kedua, kita harus kejar dan tangkap koruptor.

Tugas Kita: Pastikan Supremasi Hukum

Kita tidak boleh menyerahkan demokrasi kita kepada preman-preman bayaran. Kita ingin kesejukan, untuk itu kita tidak boleh tinggal diam jika ada yang robek-robek hukum yang kita damba-dambakan.

Kita harus sampaikan kepada mereka-mereka yang merasa di atas hukum: “Kalau Anda robek-robek hukum, Anda harus menghadapi risiko yang Anda lakukan. Siapa yang menabur angin, dialah yang akan menuai badai, saudara-saudara sekalian.”

Menyikapi ini, saya pernah tanya kader-kader Partai GERINDRA. Kamu takut atau tidak dengan preman-preman itu? Kalau ada kawan dalam berdemokrasi yang terancam, seluruh Indonesia terancam. Kalau ada sekutu dalam berdemokrasi yang tersentuh, seluruh Partai GERINDRA tersentuh.

Kita selalu ingin sejuk, kita selalu ingin damai, karena kita butuh keutuhan dan persatuan menghadapi keadaan yang tidak gampang. Tetapi, kita juga tidak boleh menjadi penakut. Kita tidak boleh menjadi kambing yang bisa disuruh-suruh, apalagi ditipu-tipu dan diperdaya.

Kita harus pada saatnya berani menegakkan kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Jangan kita biarkan jika ada orang yang menambahkan hantu di daftar pemilih. Jangan kita tinggal diam saat melihat kotak suara dibuka di luar proses yang telah kita sepakati bersama. Kita harus bersuara saat melihat ketidakadilan.

Apalagi sekarang sudah ada Internet, sudah ada Facebook, Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Kalau kita lihat ada pejuang yang tidak salah, tapi dikriminalisasi, kita harus bersuara, harus bela, walaupun media tidak meliput karena mungkin sudah dibeli oleh orang tertentu.

Tugas Kita: Kejar dan Tangkap Koruptor

Korupsi di Indonesia sudah kelewatan. Kalau yang bocor 5%, kita ini orang Indonesia. Maksudnya, kalau 5% bocor, “Biasa deh. Cingcay lah.” Sepuluh persen bocor, “Sudah deh. Sama kawan 10% boleh.” Lima belas persen bocor, “Ya sudah, deh.” Dua puluh persen bocor, mungkin kadang masih bisa kita mengerti.

Sekarang ini, saya mencatat semakin banyak kasus yang bocornya 80%. Kalau ada proyek buat jembatan, seringkali tidak ada gempa, roboh sendiri. Kalau buat gedung, ada yang belum diresmikan jatuh sendiri.

Sejarah manusia, sejarah peradaban manusia mengajarkan kepada kita, setiap negara yang tidak mampu mengatasi korupsi di pemerintahannya, negara itu akan bubar.

Mohon saudara garisbawahi pernyataan saya ini. Catat apa yang saya tuliskan.

Kalau bangsa Indonesia tidak mampu mengurangi korupsi yang sudah merajalela, pasti bangsa ini akan gagal. Ini ajaran sejarah. Tidak usah kita ragukan lagi.

Dengan korupsi, semua aparat pemerintah akan rapuh. Dengan korupsi, tidak ada uang cukup untuk menyelenggarakan jasa-jasa kepada rakyat. Dengan korupsi, negara ini tidak punya cukup uang untuk membeli dan memproduksi pesawat terbang untuk angkatan udaranya. Tidak cukup anggaran untuk mengadakan kapal patroli untuk angkatan lautnya. Tidak bisa sediakan peluru untuk angkatan daratnya. Tidak mampu memberikan alat-alat yang diperlukan polisi-polisinya.

Kalau tentara, angkatan udara, angkatan laut, angkatan darat, dan polisi lemah, kalau jaksa-jaksanya lemah dan maling, kalau hakim-hakimnya tidak kuat, negara ini bisa gagal. Kita sudah rasakan semua. Kita sudah rasakan semua apa yang kita hadapi sekarang.

Sebelum kita terkena pandemi COVID 19, pertumbuhan benar ada. Konsumsi kita, benar naik. Tetapi, semua ini rapuh. Saya bicara dengan beberapa ahli, kondisi bangsa kita sekarang sangat rentan.

Karena kekuatan kaum koruptor sangat kuat bercokol, perjuangan kita tidak ringan. Perjuangan kita berat. Semakin kita menguat di rakyat, semakin kita akan dihalangi, dan akan diterpa oleh mereka.

Kita tidak boleh mengizinkan kekayaan bangsa Indonesia dicuri terus-menerus. Dan, kita tidak boleh mengizinkan koruptor-koruptor untuk melanglang buana, untuk bergentayangan bebas.

Tidak! Kita harus dorong para penegak hukum kita untuk kejar mereka sampai ujung dunia.

Untuk memberantas korupsi di bumi Indonesia, kita juga harus memberi contoh. Harus ing ngarso sung tulodo, di depan memberi contoh. Bukan ing ngarso entek-enteke. Kita harus menyumbang sesuatu yang baik. Kita harus menyumbang politik yang bersih, politik yang menegakkan kebenaran dan keadilan. Jika orang lain belum bisa, kita harus bisa.

Kita harus sabdo pandito ratu. Ucapan kita harus bisa dipegang. Jangan jam dua tahu, jam empat tempe. Jangan bilang “iya”, kalau maksudmu “tidak”. Jangan memberi janji yang tidak bisa kamu penuhi, karena itu juga sesungguhnya termasuk korupsi.

Source: https://prabowosubianto.com/solusi-paradoks-indonesia-menuju-100-tahun-indonesia-merdeka-mewujudkan-ekonomi-rakyat/