Insiden yang melibatkan Aipda PS, seorang oknum polisi yang diduga melakukan pelecehan terhadap seorang wanita korban pemerkosaan saat melapor ke Polsek Wewena Selatan, Sumba Daya Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi sorotan DPR. Kejadian tersebut menunjukkan kegagalan sistem dalam memberikan rasa aman kepada masyarakat, seperti yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding. Kasus tersebut dianggap sebagai indikasi kegagalan sistemik dalam pembinaan personel dan menjadi bukti salahnya proses pengawasan internal serta kultur kekuasaan di tubuh aparat penegak hukum. Sudding menekankan bahwa kasus semacam ini harus diselesaikan dengan proses hukum yang dapat diawasi oleh masyarakat, bukan hanya melalui sidang etik atau sanksi internal.
Sudding juga mendesak dilakukannya audit menyeluruh terhadap mekanisme pelaporan kekerasan seksual di seluruh kepolisian, dengan menekankan pentingnya adanya petugas perempuan, pemisahan ruang pemeriksaan, dan pendampingan psikologis bagi korban. Dalam konteks ini, kehadiran media sosial menjadi penting dalam memberikan suara kepada korban ketika sistem hukum gagal memberikan keadilan yang diperlukan. Kasus ini juga menunjukkan bahwa Meskipun kasus tersebut telah mendapat sanksi, dan oknum tersebut telah dijatuhi sanksi penempatan khusus di luar tugas, Aipda PS tetap akan menjalani proses hukum lebih lanjut sehingga dapat memberikan contoh yang jelas bahwa pelecehan seksual dalam tubuh kepolisian tidak akan ditoleransi.