Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, baru saja mengumumkan kebijakan strategis terbaru pemerintah yang bertujuan untuk memperketat aturan penyimpanan hasil ekspor dari sektor sumber daya alam. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Eksploitasi, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, yang akan mulai berlaku pada 1 Maret 2025. Prabowo menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan hasil sumber daya alam Indonesia demi kemakmuran bangsa dan rakyat. Penyimpanan devisa dalam negeri diharapkan dapat memperkuat cadangan devisa Indonesia dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Menurut Prabowo, saat ini dana devisa dari hasil ekspor, terutama dari sektor sumber daya alam, sering disimpan di luar negeri dan kurang berdampak positif bagi Indonesia. Untuk meningkatkan efek dari pengelolaan hasil ekspor sumber daya alam, pemerintah telah menetapkan PP No. 8 tahun 2025. Kebijakan ini berlaku 100% untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, namun sektor minyak dan gas dikecualikan dengan acuan pada ketentuan PP 36 tahun 2023.
Prabowo memperkirakan bahwa penerapan kebijakan ini dapat meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia hingga 80 miliar dolar AS. Dia optimis bahwa kebijakan ini, yang mulai berlaku pada Maret 2025, dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada pendapatan ekspor, dengan proyeksi pendapatan lebih dari 100 miliar dolar AS jika dilakukan selama 12 bulan penuh. Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat ekonomi Indonesia dan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.